Cara Memotivasi dan Membina Disiplin Dalam Penjas
Motivasi dan Disiplin Dalam Pendidikan Jasmani - Guru penjas sering mengeluh karena murid-muridnya dinilai malas dan tidak berdisiplin. Bagaimana memotivasi anak agar giat berlatih? Kebanyakan guru akan menjawab : berikan penjelasan. Bagaimana cara membina disiplin, guru menjawab : buat peraturan yang tegas. Cara itu tidak cukup. Memotivasi anak tidak cukup hanya dengan menjelaskan maksud dan tujuan tugas. Begitu pula perilaku berdisiplin, tidak dapat dibina dengan ceramah. Tetapi melalui pembiasaan dalam perilaku nyata. Mari kita simak uraian tentang kedua hal ini dalam bagian berikut ini.
Teknik Memotivasi
Bila anak SD tidak menyukai pendidikan jasmani, pasti ada yang salah. Bukan anaknya, tetapi suasana pengajarannya. Anda harus jujur, kelemahan itu juga ada pada gurunya. Sebab, anak pada dasarnya senang bermain dan penjas hakikatnya adalah pendidikan melalui permainan. Sering guru penjas mengeluh karena siswanya malas beriatih. Gejalanya antara lain yaitu meraka suka membolos atau kalaupun ikut serta, partisipasinya kurang maksimal. Bagaimang cara membangkitkan motivasi anak. Keterlibatan anak dalam pendidikan jasmani adalah bertujuan untuk meraih sukses. Pengalaman berhasil merupakan sumber motivasi. Berikan Pengalaman sukses baai setiap anak.
Orientasi Sukses
Pengajaran akan berhasil mencapai tujuannya kalau aktif melaksanakan tugas ajar. Keterlibatan siswa dalam setiap tugas, selain didorong untuk menyatakan kemampuan dirinya, juga untuk meraih pengalaman sukses. Karena itu taktik khusus untuk membangkitkan motivasi siswa yaitu memberi kesempatan- kepada mereka untuk mengalami pengalaman berhasil. Untuk itu tugas gerak disesuaikan dengan kemampuan siswa dan kriteria berhasil juga disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
Penguasaan sasaran belajar antara 70-85 persen sudah dapat disebut berhasil untuk siswa SD. Jangan lupa yakni tidak perlu diterapkan kriteria absolut seperti "baik dan benar" Penguasaan keterampilan membutuhkan waktu yang lama.
Pembinaan Sikap Positif dan disiplin
Sikap Positif
Pengalaman gagal seeing merupakan akar dari sikap negatif atau perasaan tidak suka terhadap pendidikan jasmani. Guru pendidikan jasmani bertugas untuk menciptakan perasaan positif. Tumbuhkan harga diri dan percaya diri anak melalui pendidikan jasmani.
Contoh sikap negatif "Bu, saya tidak mampu melakukan tugas itu" "bagaimana sikap Anda dengan ungkapan itu? Harus segera diperbaiki. "Kamu bukan tidak bisa, tetapi belum bisa" Jawaban itu dapat disusul "Kamu lakukan dulu, boleh hanya 5 kali". Kalau sukses, anjurkan lagi". Kamu boleh lakukan 10 kali"
Perasaan positif dapat diciptakan dengan menetapkan target yang fleksibel. Maksudnya, tidak ada target mutlak bagi semua anak. Setiap siswa boleh menetapkan target sesuai dengan kemampuannya. Bila anak sudah mampu, target itu secara bertahap dapat ditingkatkan.
Perilaku berdisiplin
Perilaku berdisiplin akan berkembang bila anak paham akan alasan di balik perilaku dan ia dapat membuat keputusan secara mandiri. Untuk mencapai taraf tersebut, dibutuhkan waktu sejalan dengan perkembangan anak.
Karena itu, pembinaan perilaku berdisiplin di SD dimulai dari proses pembiasaan untuk mentaati peraturan atau norma yang berlaku. Strategi yang dapat diterapkan yaitu dengan menetapkan peraturan, sesuai dengan taraf kemampuan anak. Misalnya, untuk anak kelas 1-3 ditetapkan peraturan sebanyak 5 butir, dan untuk anak kelas 4-6 lebih rinci, misalnya 8-10 butir. Semua aturan itu diperlihatkan kepada anak, seperti ditempel di diding ruang kelas masing-masing.
Disela-sela pengajarannya, guru selalu menanamkan nilai baik Ketika akan selesai pendidikan jasmani misalnya, ia dapat menugaskan anak untuk mengembalikan alat ke gudang, suatu cara untuk membiasakan tanggung jawab. Ketika akan masuk ke kelas anak dibiasakan berbaris secara tertib, bagian cara menanamkan disiplin untuk antri. Kebiasaan seperti ini terkait dengan penanaman kesadaran untuk menghargai hak orang lain.
Perkembangan yang diterapkan untuk mengembangkan disiplin bukanlah hukuman tetapi memberikan sanksi sebagai konsekuensi perilaku, misalnya :
- Pelanggaran satu kali - siswa diperingati
- Pelanggaran kedua kali - siswa dikucilkan (misalnya 5 menit)
- Pelanggaran ketiga - siswa dikucilkan 10 menit
- Pelanggaran keempat kali - orang tua dipanggil ke sekolah
- Pelanggaran kelima kali - siswa dipanggil oleh kepala sekolah
Pengucilan merupakan salah satu bentuk pemberian reinforsemen negative. Jadi, sekali-kali jangan menghukum siswa seperti berlari 7 keliling atau tugas berat dengan maksud supaya siswa jera. Pengucilan, secara psikologis efektif, sebab pada dasarnya siswa menyukai kegiatan dalam keiompoknya. Anak disuruh keiuar dari kelompok dalam kelasnya, seperti berdiri di pnggir lapangan atau di tempat tain yang arnan.
Bila sudah sampai waktunya, misalnya 5 menit, siswa ditanya : "Apa kamu mau ikut kembali?" Anak yang baik biasanya menyatakan, "Mau bu". Jadi ada proses penyadaran. Siswa disadarkan, misalnya dengan mengatakan. "Tadi kamu dikucilkan, kamu tahu sebabnya?" Mungkin anak akan menjawab, "Saya mengganggu teman"
Biasakan anak untuk meminta maaf kepada orang lain segera setelah kejadian berlaku. Biasakan pula jangan melecehkan kemampuan orang lain. Gunakan julukan positif, bukan menonjolkan kelemahan.
Hal penting lainnya adalah guru bertindak ajeg. Setiap sanksi sesuai dengan pelanggarannya dan dipertukan sama bagi setiap anak. Tentu saja pemberian sanksi itu dengan sikap bijaksana.
Perilaku berdisiplin erat dengan kemampuan anak untuk memahami dan menghayati kautan antara perbuatan dan pelanggaran. Para ahli sepakat, hal ini berkaitan dengan perkembangan sifat afekttf yang berjenjang sebagai berikut:
Tingkat O : Tak bertanggung jawab
Pada tingkat ini anak memang belum mampu bertanggung jawab terhadap perilakunya. la masih suka mengganggu temannya seperti dengan kata-kata atau dengan perilaku fisik.
Tingkat 1 : Pengendailan diri
Pada taraf ini partisipasi anak masih sangat terbatas. Anak sudah mampu ikut serta terlibat bila diminta atau diperintah oleh gurunya.
Tingkat 2 Partisipasi
Pada taraf ini anak sudah mampu terlibat secara aktif, menunjukkan usaha sungguh-sungguh
Tingkat 3 Tanggungjawab pribadi
Pada tingkat ini anak sudah mampu bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya. Jadi tidak diperlukan pengawasan dari guru. Anak sudah mampu merencanakan permainannya.
Tibgkat 4 : Silih asih
Pada tingkat ini anak mampu menyatakan simpati dan keinginan untuk menolong orang lain. Mereka sudah mampu berbuat secara suka rela untuk menjadi partner temannya dalam suatu kegiatan.