Pelajaran Pejasorkes Dalam Kurikulum 2013

Mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan termasuk mata pelajaran kelompok B di dalam struktur kurikulum 2013, yaitu kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten kearifan lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah, pola penerapannya dapat dengan integrasi dengan kompetensi dasar yang sudah termuat di dalam kurikulum SMA/MA, atau dapat menambahkan kompetensi dasar tersendiri. Dalam stuktur kurikulum mata pelajaran PJOK alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggu, dimana alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Struktur Kurikulum 2013 ini, mata pelajaran PJOK memiliki konten memberi sumbangan mengembangkan kompetensi gerak dan gaya hidup sehat, dan memberi warna pada pendidikan karakter bangsa. Pembelajaran PJOK dengan kearifan lokal akan memberi apresiasi terhadap multikultural yaitu mengenal permainan dan olahraga tradisional yang berakar dari budaya suku bangsa Indonesia dan dapat memberi sumbangan pada pembentukan karakter.
 
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 UU dituliskan, bahwa bahan kajian pendidikan jasmani, dan olahraga dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan ditekankan untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap mental, emosional, sportivitas, spiritual, dan sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Selain tujuan utama tersebut dimungkinkan adanya tujuan pengiring, tetapi porsinya tidak dominan.

Sesuai dengan penjelasan tersebut Freeman (2007: 27-28) menyatakan bahwa pendidikan jasmani menggunakan aktivitas jasmani untuk menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik, mental, dan emosional peserta didik. Pendidikan jasmani memperlakukan setiap peserta didik sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak lagi menganggap individu sebagai pemilik jiwa dan raga yang terpisah, sehingga di antaranya dianggap dapat saling mempengaruhi. Pendidikan jasmani merupakan bidang kajian yang luas yang sangat menarik dengan titik berat pada peningkatan pergerakan manusia (human movement). Pendidikan jasmani menggunakan aktivitas jasmani sebagai wahana untuk mengembangkan setiap individu secara menyeluruh, mengembangkan pikiran, tubuh, dan jiwa menjadi satu kesatuan, hingga secara konotatif dapat disampaikan bahwa “suara pikiran adalah suara tubuh”.

Sementara itu, Marilyn M. Buck dan kawan-kawan (2007:15) menerjemahkan pendidikan jasmani sebagai kajian, praktik, dan apresiasi atas seni dan ilmu gerak manusia (human movement). Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan. Gerak merupakan sifat alamiah dan merupakan ciri dasar eksistensi manusia sebagai mahluk hidup. Pendidikan jasmani bukan merupakan bidang kajian yang tertutup. Perubahan yang terjadi di masyarakat, perubahan teknologi, pemeliharaan kesehatan, dan pendidikan secara umum membawa dampak bagi kualitas program pendidikan jasmani.

Hakikatnya pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan diberikan di sekolah untuk membentuk “insan yang berpendidikan secara jasmani (physically educated person)”. National Standards for Physical Education (NASPE) sebagaimana yang dikutip oleh Michel W. Metzler (2005:14) menggambarkan sosok ini dengan syarat dapat memenuhi standar: (1) Mendemonstrasikan kemampuan keterampilan motorik dan pola gerak yang diperlukan untuk menampilkan berbagai aktivitas fisik, (2) Mendemonstrasikan pemahaman akan konsep gerak, prinsip-prinsip, strategi, dan taktik sebagaimana yang mereka terapkan dalam pembelajaran dan kinerja berbagai aktivitas fisik, (3) Berpartisipasi secara regular dalam aktivitas fisik, (4) Mencapai dan memelihara peningkatan kesehatan dan derajat kebugaran, (5) Menunjukkan tanggung jawab personal dan sosial berupa respek terhadap diri sendiri dan orang lain dalam suasana aktivitas fisik, dan 6). Menghargai aktivitas fisik untuk kesehatan, kesenangan, tantangan, ekspresi diri, dan atau interaksi sosial.

Berangkat dari pandangan yuridis dan akademis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Mengingat tantangan yang berat bagi seorang guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan untuk menjalankan profesinya dalam Implementasi Kurikulum 2013. Maka Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir, sebagai berikut:
  1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama.
  2. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat lingkungan alam, sumber/media lainnya).
  3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);
  4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran peserta didik aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains);
  5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
  6. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia;
  7. Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;
  8. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines);
  9. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.